Bahasa Ibu
Cerpen : Aulia Eka Rahma
Seperti
biasa, Kalin mengulang-ulang kembali materi kuliahnya. Biologi molekuler
menjadi mata kuliah yang sangat disukai oleh Kalin. Ia masih berkutat pada buku
catatan yang dihias dengan sederhana dan perpaduan warna hitam yang menarik.
Buku catatan memang menjadi benda yang selalu dibawanya dan menjadi teman
baginya. Beberapa saat kemudian, Arga menghampirinya dan duduk di sebelah
Kalin, “Hei, sedang apa Kal?” ia hanya memainkan rubik yang dia beli waktu
festival di kota dengan santai. Kalin yang masih sibuk dengan buku catatannya
membuat Arga mengambil Pulpen warna yang sedang dipakainya, “Apaan sih Ga, aku
lagi nulis materi nih ganggu banget kamu.” Arga hanya memperhatikan temannya
itu dengan tatapan menelusuri sesuatu “Udah waktunya istirahat kali Kal, yakali
kamu masih aja nulis nulis. Kita cari makan dulu kali.” Kalin hanya menatapnya sebentar dan
kemudian menggidikkan bahu pertanda sudah bosan dan mulai membereskan alat
tulis dan buku catatannya. Ia mengambil handphone dan bangkit berdiri, “Yaudah
ayo.” Lalu, mereka berdua berjalan meninggalkan kelas dan seseorang telah
berdiri bersembunyi dibalik pintu kelas dan mengejutkan Kalin dan Arga, “Hei
kalian!” dan seperti tidak berarti apa-apa, Kalin dan Arga hanya memasang muka
datar mereka dan membuat Heru berdecak kesal. Heru, anak Matematika yang
kelasnya bersebelahan dengan kelas kedua sahabatnya, memperhatikan mereka
sesaat, “Mengapa kalian tidak terkejut,sih. Aku curiga kalian tidak punya rasa
kaget ya.” Kalin hanya tersenyum melihat wajah putus asa Heru karena selalu
mencoba mengejutkannya namun tetap saja dibalas dengan wajah yang santai. “Kamu
ikut gak? udah waktunya ngisi bahan bakar nih. Nanti kalau kita gak gerak
cepat, kantin jadi rame, aku ga suka keramaian kalian tahu.” Mereka bertiga
berjalan gontai menuju kantin.
Saat
melewati korior kelas, mading dipenuhi oleh mahasiswa yang berdesakan ingin
melihat pengumuman terbaru yang nampaknya baru saja ditempel. Mereka melewati
dan mencoba melihat pengumuman apakah yang baru saja ditempelkan. Arga, dengan
badan tinggi semampainya mencoba melihat “Ternyata ada klub bahasa Inggris,
yang baru saja dibentuk sama Pak Putra. Apakah kita mau bergabung?” Heru sibuk
berbincang dengan temannya yang anak Fisika dan Kalin hanya diam seribu bahasa
melihat papan mading di jurusannya ini. “Klub bahasa inggris mau buat apaan,sih
lagipula kita udah ngerti ngomong kok, bahkan pakai bahasa hati.” Kalin
bergumam kecil dan berpikir sejenak menegani klub bahasa ini. Kalin teringat
pada rencanaku yag memang ingin mengembangkan kemampuan bahasa Inggrisnya
karena ia merasa masih kurang memahami bahasa asing ini. Arga memanggil Kalin
dan membuyarkan lamunan Kalin, “Kal, kamu mikir apaan? Mau gabung ya?” Kalin menatap
sebentar Arga dan menjawab, “Ayo kita ke kantin.”
Kami
pun berjalan dan disusul Heru yang menceritakan pengalamannya menginap di rumah
sepupunya yang berkuliah di universitas lain. Setelah memesan makanan dan es
teh manis kesukaan kami bertiga, Heru masih melanjutkan ceritanya di rumah
sepupunya. Arga yang masih sibuk mengotak-atik rubik nya sambil sesekali
menyedokkan nasi campur favoritnya sementara aku yang masih memikirkan klub
bahasa inggris yang ada di mading. Mungkin Kalin harus masuk ke dalam klub
bahasa itu, tentunya supaya Kalin tidak kesusahan dengan bahasa Inggris dan
tentunya nanti pasti akan diperlukan untuk kedepannya. “Kalian dengerin aku gak
sih? Pada mikirin apaan sih? Dosen kalian pasti ngasi tugas yang susah ya
makanya kalian diam seribu bahasa gini.” Heru yang merasa terabaikan mengomel
karena Kalin dan Arga yang sibuk dengan urusan kami. Arga hanya memutar bola
matanya, “Kamu tidak lihat nih aku lagi kesusahan nyusun rubiknya. Jadinya
aku tidak bisa memecahkan rekor menyusun
rubik dengan cepat dan tepat.” Dengan malas, Kalin menyeruput es teh manis dan
kembali memaang muka bertanya-tanya, “ Menurut kalian, apakah aku dapat belajar
bahasa Inggris dengan masuk ke klub bahasa inggris yang dibentuk Pak Putra ya?”
dan Heru langsung semangat menjawab, “Wah kamu ternyata mikirin itu, Kal. Tapi
emang kamu mau ikutan klub itu? Kan kamu tahu sendiri belajar bahasa inggris
itu susah. Kita bertiga dapat skor rendah kan saat tes kemampuan bahasa Inggris?
Tentunya di sana banyak orang-orang yang hebar, Kal.” Sejenak Kalin memikirkan
kembali apa kata-kata Heru. Pastinya mahasiswa yang mengikuti klub adalah mereka yang memiliki kemampuan serta prestasi
di bidang bahasa.
Wajah
Kalin berubah lesu karena memikirkan klub baru itu. Arga yang tampaknya sudah selesai
menyusun rubiknya memandang Kalin degan memiringkan kepalanya sedikit, “Yaudah
deh kalo kamu memang berminat dan mau belajar. Ya gabung aja kali, Kal. Dari
sana juga kamu bisa terpacu buat belajar bahasa Inggris kan.” Suara cakap-cakap
mahasiswa disekitar mereka sudah seperti lebah-lebah yang beterbangan dan
menimbulkan suara ribut sehingga Arga hanya memasang muka datarnya. “Udah yuk,
ke lapangan aja disini rame banget pada belum kebagian tempat duduk. Yang lain
juga mau makan siang.” Kami beranjak dari bangku dan membayar makanan dan es
teh yang kami pesan dan melesat pergi ke lapangan sepak bola yang tak jauh dari
kantin. Kami bertiga senang menyusuri lapangan sepak bola ini karena luasnya
lapangan membuat kami sering berteriak merangkai beberapa kata, bernyanyi, atau
sekadar melihat tim SMA yang sedang latihan maupun bertanding dan kami senang
menyoraki tim sepak bola yang sedang latihan atau bertanding. Sekadar memberi
semangat ataupun Arga yang ikutan membantu mengambilkan bola yang keluar
lapangan. Tampaknya siang itu tidak terlalu terik sehingga Heru bisa
berlari-lari kecil menyusuri lapangan sepak bola yang memiliki hamparan rumput
hijau yang asri dengan beberapa anak SMA yang latihan sepak bola.
“Kamu
masih mikirin klub bahasa Inggris tadi, Kal?” Arga memulai percakapan. Heru
bersenandung kecil sambil memungut beberapa sampah dan membuangnya ke tempat
sampah dekat pinggiran lapangan. “Kalian setuju kalau aku masuk Klub itu?”
Kalin nampak kebingungan dan menatap kedua temannya. Ia selalu meminta pendapat
tentang seluruh aktivitas perkuliahannya dan mereka juga sering saling
memberikan saran satu sama lain. “Yah kalo kamu pengen belajar banyak ya ikutan
aja. Pak Putra juga dosen yang memiliki banyak pengalaman mengenai bahasa asing
kan.” Heru memberikan saran sambil merentangkan tangannya ke udara, entah untuk
apa. “Kamu harus yakin. Kalo kamu pasti bisa belajar dan nambah kemampuan kamu
ikut di organisasi itu.” Arga meyakinku dengan jawabannya. Aku hanya tersenyum
melihat teman-temanku ini.mereka selalu mendukung dan memberi saran yang baik
untukku. Akhirnya kami kembali ke kelas setelah istirahat selesai dan Heru
bergegas mengambil tas untuk pulang karena sudah selesai kelas. Setelah Heru
pamit, aku dan Arga bersiap-siap ke laboratoruin Biologi untuk kelas Anatomi.
Akhirnya,
aku mendaftar ke klub bahasa Inggris dan pertemuan pertama dengan Pak Putra, pendiri dari klub
bahasa ini. Ada beberapa mahasiswa yang kukenal dan aku memiliki teman baru,
Vinci dan Kinal. Kami mendengarkan arahan dari Pak Putra da aku terkagum dengan
kemampuan berbahasa inggris Pak Putra. Aku berharap aku bisa menguasai bahasa
inggris seperti dirinya. “So, we talk a
lot with english, because we have been here.” Dengan ramah, Vinci berkata
padaku dan Kinal. Kalin hanya tersenyum singkat dan berpikir bahwa aku belum
cukup percaya diri seperti mereka. Beberapa dari mereka sudah fasih berbahasa
inggris dan mulai percakapan dengan bahasa inggris. Tampaknya Kalin kekurangan percaya
diri untuk saat ini. Kalin hanya berbicara sedikit dan setelah itu pertemuan
diakhiri dengan Pak Putra yang akan membentuk tim untuk lomba debat berbahasa
inggris. Setelah pertemuan diakhiri dan mahasiswa berhamburan keluar ruangan,
aku mendengar Pak Putra memanggilku, “Kamu Kalin dari jurusan Biologi,bukan?”
aku tersenyum dan menjawab, “Iya Pak.” Ternyata pembina klub ini mengenalku.
“Kamu sudah tahu kan jika kita akan membentuk tim lomba debat bahasa Inggris
yang diadakan di universitas lain? Saya harap kamu memiliki kemampuan untuk bergabung
dengan tim debat untuk klub kita nanti.” Pak Putra menjelaskan kembali mengenai
lomba debat bahasa Inggris yang tak lama lagi diadakan di universitas lain.
Tentunya Kalin optimis dan berterima kasih atas informasi dari Pak Putra.
Setelah selesai pertemuan klub, aku membaca pesan singkat di handphone dan langsung menuju taman
fakultas untuk bertemu dengan Arga dan Heru. Selama perjalanan, aku masih
memikirkan perkataan Pak Putra mengenai lomba tersebut. Mungkin Kalin tidak
akan bergabung ke tim tersebut mengungat kemampuan bahasa inggrisku. Aku harus
berusaha supaya aku bisa menambah kemampuanku dan tentunya Kalin bisa mengikuti
lomba lainnya di klub bahasa Inggris. Setelah sampai di taman fakultas, Kalin
melihat Heru yang bersandar di tembok bersenandung riang sambil menatap
cerahnya awan.
Arga
juga ikut menatap indahnya langit dan awan yang menggumpal seperti kapas putih
dan tentunya aku yang mendatangi kedua sahabatku. “Hai, aku tahu kamu pasti
betah disana. Bagaimana klub itu?” Arga membuka pembicaraann setelah sesaat aku
meneguk air putih di botol minumku. Aku hanya menatapnya singkat, “Sebentar
lagi akan ada lomba debat bahasa inggris.” Arga dan Heru nampaknya tidak
tertarik pada obrolan dan kami membahas yang lain.
Kalin
menatap pantulan dirinya lamat-lamat di cermin. Apa yang salah dari dirinya
jika Kalin memang berharap bisa menjadi tim lomba debat bahasa inggris. Suara
rintik hujan memenuhi kamar tidurku dan ia menghentikan lamunan dengan
mengambil laptop dan menyalakannya untuk mencari beberapa buku bahasa inggris
yang dapat dipelajari. Tak terasa, sudah larut malam Kalin membaca dan mencoba
mencoret-coret buku catatan untuk memahami beberapa materi. Ternyata, tidak
sesulit yang kupikirkan. Kalin bergegas tidur dan berdoa supaya bisa menambah
kemampuan berbahasa inggrisku nantinya.
Hari
ini, Kalin tidak bergabung dengan Arga dan Heru karena ada pertemuan klub
bahasa inggris untuk membahas tim lomba debat bahasa inggris. Awalnya, Kalin
tidak berharap akan dipilih oleh Pak Putra, namun aku terkejut saat namaku
terakhir dipanggil setelah Vinci dan Kinal. Akhirnya, kami bertiga yang
bergabung dalam tim lomba. Kalin hanya bisa optimis bahwa dia pasti bisa
belajar dan mempersiapkan diri untuk menjadi peserta lomba debat bahasa inggris
itu. “So, we will be a team and we have
to try our best for this competition.” Vinci menulis beberapa materi yang
menjadi topik lomba debat bahasa inggris. Kalin mulai mencoba memulai
percakapan dengan bahasa inggris, “Yes,
Good luck for us. I know we can do it.” Kinal nampak tersenyum mendengar dan
kami kembali menyusun materi dan mengembangkan ide yang menjadi materi lomba
nantinya. Kalin mulai terbiasa dengan percakapan bahasa inggris untuk persiapan
lomba ebat bahasa inggris. Kalin tersenyum karena akhirnya dia memiliki
kepercayaan diri dalam berbahasa inggris. Kalin yakin bisa memenangkan lomba
ini bersama dengan Vinci dan Kinal karena kemampuan bahasa inggris kami tiap
hari kian meningkat.
Selama
seminggu Kalin bersama Vinci dan Kinal menjadi lebih sibuk karena mempersiapkan
lomba kami denga terus berlatih. Sejak aku sibuk dengan persiapan ini. Kalin
jadi tidak bisa berkumpul dengan Arga dan Heru juga tentunya waktu istirahat di
kampus menjadi lebih singkat karena latihan dengan Vinci dan Kinal. Kalin
senang karena aku bisa bertemu dengan teman-teman baru dari Fakultas lain dan
bertukar kata dengan bahasa inggris. Dia jadi lebih senang karena merasa nyaman
dan percaya diri dengan berbincang menggunakan bahasa inggris. Tentunya ini
menambah kemampuan berbahasa inggris dan senang bisa masuk klub bahsa inggris.
Ini membuatnya terkadang lupa dengan bahasa indonesia.
“Kal,
udah lama nih kita gak makan bareng. Ayo dong samaan sebelum kamu latihan.”
Heru disampingku mengajak makan bersama di kantin seperti biasa. Arga yang
sepertinya menjadi lebih pendiam hanya memperhatikanku, “Kamu kapan lombanya?
Kayaknya sibuk banget ya. Yaudah deh Her kita duluan aja. Mungkin nanti Kalin
nyusul ya gak,Kal” Kalin yang masih fokus dengan membalas pesan Kinal berhenti
sebentar untuk menjawab, “Guys, could you
please not to interrupting me? You both can go without me,Right?” mendengar
jawaban itu, Heru terkejut an bertanya-tanya, “Artinya apaan Kal?” Kalin
memandang kedua temannya dan menjawab engan ketus. “Kalian kan tahu kalau aku
sekarang di tim lomba debat bahasa Inggris, jadi wajar dong aku ngomong pakai
bahasa Inggris. Lagian kalian apa gak mau keren bisa ngomong pakai bahasa
Inggris? Bosen gak sih kalian pakai bahasa Indonesia.” Kalin menyentak kedua
temannya yang hanya mengajaknya untuk makan bersama di kantin. Arga hanya
mengerutkan dahi dan berkata singkat, “iya Kal, kami tahu kalau kamu emang
tekad banget buat lomba itu. Tapi, kan apa salahnya kami nanya kamu, ngajak
kamu. Dan satu lagi, Kal. Kami bangga pakai bahasa Indonesia karena itu bahasa
Ibu. Bahasa Ibu kami.” Heru hanya menatap Arga penuh arti dan Kalin yang mati
kutu dibuat perkataan Arga. Heru mengikuti Arga yang meninggalkan Kalin yang
masih terpaku dengan perkataan Arga. Mungkin benar, Kalin menjadi hebat dalam
berbahasa Inggris dan dia melupakan bahasa Ibunya.
Akhirnya
hari yang ditunggu Kalin, Vinci dan Kinal dalam penantian dan latihan panjang
selama sebulan ini. Lomba debat bahasa inggris telah tiba. Pak Putra nampak
memberikan sedikit arahan mengenai strategi lomba serta beberapa arahan dan
juga motivasi semangat untuk ketiganya. Mereka naik ke atas podium dan lomba
debat bahasa Inggris pun dimulai. Beberapa menit pertama, Vinci dapat menyapu
habis materi yang menjadi topik lomba dan kemudian dilanjutkan dengan Kinal
yang menjawab beberapa pertanyaan. Dan tibalah saatnya Kalin yang ambil bagian
dalam menjawab pertanyaan. Dan, hari mungkin saja bisa jadi hari terburuk
ketika hanya ada sifat sombong dan angkuh. Kalin tidak mampu mejawab pertanyaan
dengan maksimal. Fokusnya terhadap lomba menjadi buyar dan kehilangan kata-kata
dalam menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan tim lain. Vinci dan Kinal
terkejut ketika melihat skor mereka sudah dibawah dua tim yang lain. Vinci
hanya melemparkan tatapan kecewa kepada Kalin dan debat pun selesai. Mereka
bertiga menghampiri Pak Putra dan mengatakan penampilan debat tadi belum
maksimal.
Setelah
selesai lomba, mereka kembali ke kampus dan masuk kembali ke kelas
masing-masing. Kalin hanya berjalan lesu melewati koridor. Apa yang ia lakukan
selama ini sangat baik karena dapat menambah kemampuan berbahasa Inggris.
Seketika ia teringat pada percakapaya dengan Arga dan Heru. Mengapa ia
akhir-akhir ini jarang menggunakan bahasa Indonesia? Bukankah bahasa Indonesia
merupakan bahasa pemersatu bangsa? Dan setelah Kalin berpikir, hubungan
pertemanannya dengan Arga dan Heru menjadi renggang dan Kalin yang pernah
menyombongkan bahasa Inggris sebahai gaya hidupnya. Tentunya ini membuat Kalin
merasa bersalah atas semuanya. Ia bergegas menemui kedua temannya itu.
“Bagaimana
Lombamu? Kami harap kamu dapatkan yang terbaik untuk hari ini.” Heru bertanya
pada Kalin di taman fakultas. Arga masih menunggu jawaban dari Kalin hanya
berkata, “Apapun hasilnya, kamu udah berusaha dengan baik,Kal.” Kalin yang
masih menunduk nampaknya bingung ingin menjawab apa. “Maaf, aku kalah. Aku
tidak tahu baagaimana bisa aku tidak mampu menjawab pertanyaan sedangkan aku
sudah percaya diri akan diriku dan kemampuanku. “ heru terkejut mendengar
jawaban Kalin. Mereka bertiga hening sejenak. “Kamu gak salah jika lupa atau
tidak tahu. Sudah kukatakan sebelumnya, jika kau sudah dapat pelajaran dari
klub bahasa itu, maka kau harus telabar kembali. menang kalah soal biasa.
Namun, ingat dimana kau berasal. Bahasa Indonesia tetap akan jadi bahasa Ibu.”
Kalin tersadar bahwa dia terlalu mengagungkan bahasa Inggris selama ini dan
tentunya ia langsung bersikap sombong seperti itu.”Baiklah, jika kau merasa
sedih. Namun, kami temanmu selalu ada disampingmu. Tetap semangat, Kal.” Ujar
Heru. Aku merasa memang kemarin aku rasa aku yang terlalu berlebihan dalam
berbahasa Inggris serta berkata bahwa bahasa Indonesia yang tidak penting. Pada
nyatanya, bahasa Inonesia merupakan bahasa Ibu.
“Aku
sadar, keduanya sama-sama penting. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris akan
membawa ku kepada kesuksesan. Tentunya aku tak akan menganggap enteng lagi
baahsa indonesia. Kita harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, kapanpun dan dimanapun.” Kalin meyadari perlakuan sombong dan angkuh itu
menjerumuskannya sendiri. Ia sadar jika bahsa Indonesia merupakan bahasa
pertama di Indonesia dan bahasa inggris yang menjadi bahasa pelengkap di
indonesia. Heru dan Arga tersenyum paa Kalin dan kami akhirnya bisa
bersama-sama lagi. “Kami mendukung apa yang menjadi keputusanmu, di klub
tentunya.” Heru berkata dan dilanjut Arga, “Kita ini anak Indonesia. Jadi, kita
yang akan melestarikan dan menggunakan bahasa Indonesia. Kalau bukan kita ya
siapa lagi?” kami bertiga tersenyum melihat pertemanan kami sudah membaik.
Aulia Eka Rahma, putri daerah Meda, Sumatera Utara yang terlahir dengan darah Jawa dan darah Batak yang mengalir di dirinya. Aulia Eka Rahma menjadi Mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri,lebih tepatnya “Kampus Hijau”. Saat ini ia di tingkat semester tiga di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Biologi. Kegiatan Kuliah dibarengi dengan sedikit bermain serta belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Beberapa kegiatan yang menjadi kegiatan selain kuliah yaitu membaca Buku fiksi serta artikel an mendengarkan Musik. Menjadi pengajar yang profesional dan bermanfaat bagi sekitar menjadi misi hidupnya.
menangkan uang sebanyak-banyaknya hanya di AJOQQ :D
BalasHapusAJOQQ menyediakan 9 permainan seru :)
WA;+855969190856