Ruang Cendekia_Edisi 7_ Cerpen

 Bahasa Ibu

Cerpen : Aulia Eka Rahma

Seperti biasa, Kalin mengulang-ulang kembali materi kuliahnya. Biologi molekuler menjadi mata kuliah yang sangat disukai oleh Kalin. Ia masih berkutat pada buku catatan yang dihias dengan sederhana dan perpaduan warna hitam yang menarik. Buku catatan memang menjadi benda yang selalu dibawanya dan menjadi teman baginya. Beberapa saat kemudian, Arga menghampirinya dan duduk di sebelah Kalin, “Hei, sedang apa Kal?” ia hanya memainkan rubik yang dia beli waktu festival di kota dengan santai. Kalin yang masih sibuk dengan buku catatannya membuat Arga mengambil Pulpen warna yang sedang dipakainya, “Apaan sih Ga, aku lagi nulis materi nih ganggu banget kamu.” Arga hanya memperhatikan temannya itu dengan tatapan menelusuri sesuatu “Udah waktunya istirahat kali Kal, yakali kamu masih aja nulis nulis. Kita cari makan dulu  kali.” Kalin hanya menatapnya sebentar dan kemudian menggidikkan bahu pertanda sudah bosan dan mulai membereskan alat tulis dan buku catatannya. Ia mengambil handphone dan bangkit berdiri, “Yaudah ayo.” Lalu, mereka berdua berjalan meninggalkan kelas dan seseorang telah berdiri bersembunyi dibalik pintu kelas dan mengejutkan Kalin dan Arga, “Hei kalian!” dan seperti tidak berarti apa-apa, Kalin dan Arga hanya memasang muka datar mereka dan membuat Heru berdecak kesal. Heru, anak Matematika yang kelasnya bersebelahan dengan kelas kedua sahabatnya, memperhatikan mereka sesaat, “Mengapa kalian tidak terkejut,sih. Aku curiga kalian tidak punya rasa kaget ya.” Kalin hanya tersenyum melihat wajah putus asa Heru karena selalu mencoba mengejutkannya namun tetap saja dibalas dengan wajah yang santai. “Kamu ikut gak? udah waktunya ngisi bahan bakar nih. Nanti kalau kita gak gerak cepat, kantin jadi rame, aku ga suka keramaian kalian tahu.” Mereka bertiga berjalan gontai menuju kantin.

Saat melewati korior kelas, mading dipenuhi oleh mahasiswa yang berdesakan ingin melihat pengumuman terbaru yang nampaknya baru saja ditempel. Mereka melewati dan mencoba melihat pengumuman apakah yang baru saja ditempelkan. Arga, dengan badan tinggi semampainya mencoba melihat “Ternyata ada klub bahasa Inggris, yang baru saja dibentuk sama Pak Putra. Apakah kita mau bergabung?” Heru sibuk berbincang dengan temannya yang anak Fisika dan Kalin hanya diam seribu bahasa melihat papan mading di jurusannya ini. “Klub bahasa inggris mau buat apaan,sih lagipula kita udah ngerti ngomong kok, bahkan pakai bahasa hati.” Kalin bergumam kecil dan berpikir sejenak menegani klub bahasa ini. Kalin teringat pada rencanaku yag memang ingin mengembangkan kemampuan bahasa Inggrisnya karena ia merasa masih kurang memahami bahasa asing ini. Arga memanggil Kalin dan membuyarkan lamunan Kalin, “Kal, kamu mikir apaan? Mau gabung ya?” Kalin menatap sebentar Arga dan menjawab, “Ayo kita ke kantin.”

Kami pun berjalan dan disusul Heru yang menceritakan pengalamannya menginap di rumah sepupunya yang berkuliah di universitas lain. Setelah memesan makanan dan es teh manis kesukaan kami bertiga, Heru masih melanjutkan ceritanya di rumah sepupunya. Arga yang masih sibuk mengotak-atik rubik nya sambil sesekali menyedokkan nasi campur favoritnya sementara aku yang masih memikirkan klub bahasa inggris yang ada di mading. Mungkin Kalin harus masuk ke dalam klub bahasa itu, tentunya supaya Kalin tidak kesusahan dengan bahasa Inggris dan tentunya nanti pasti akan diperlukan untuk kedepannya. “Kalian dengerin aku gak sih? Pada mikirin apaan sih? Dosen kalian pasti ngasi tugas yang susah ya makanya kalian diam seribu bahasa gini.” Heru yang merasa terabaikan mengomel karena Kalin dan Arga yang sibuk dengan urusan kami. Arga hanya memutar bola matanya, “Kamu tidak lihat nih aku lagi kesusahan nyusun rubiknya. Jadinya aku  tidak bisa memecahkan rekor menyusun rubik dengan cepat dan tepat.” Dengan malas, Kalin menyeruput es teh manis dan kembali memaang muka bertanya-tanya, “ Menurut kalian, apakah aku dapat belajar bahasa Inggris dengan masuk ke klub bahasa inggris yang dibentuk Pak Putra ya?” dan Heru langsung semangat menjawab, “Wah kamu ternyata mikirin itu, Kal. Tapi emang kamu mau ikutan klub itu? Kan kamu tahu sendiri belajar bahasa inggris itu susah. Kita bertiga dapat skor rendah kan saat tes kemampuan bahasa Inggris? Tentunya di sana banyak orang-orang yang hebar, Kal.” Sejenak Kalin memikirkan kembali apa kata-kata Heru. Pastinya mahasiswa yang mengikuti klub adalah  mereka yang memiliki kemampuan serta prestasi di bidang bahasa.

Wajah Kalin berubah lesu karena memikirkan klub baru itu. Arga yang tampaknya sudah selesai menyusun rubiknya memandang Kalin degan memiringkan kepalanya sedikit, “Yaudah deh kalo kamu memang berminat dan mau belajar. Ya gabung aja kali, Kal. Dari sana juga kamu bisa terpacu buat belajar bahasa Inggris kan.” Suara cakap-cakap mahasiswa disekitar mereka sudah seperti lebah-lebah yang beterbangan dan menimbulkan suara ribut sehingga Arga hanya memasang muka datarnya. “Udah yuk, ke lapangan aja disini rame banget pada belum kebagian tempat duduk. Yang lain juga mau makan siang.” Kami beranjak dari bangku dan membayar makanan dan es teh yang kami pesan dan melesat pergi ke lapangan sepak bola yang tak jauh dari kantin. Kami bertiga senang menyusuri lapangan sepak bola ini karena luasnya lapangan membuat kami sering berteriak merangkai beberapa kata, bernyanyi, atau sekadar melihat tim SMA yang sedang latihan maupun bertanding dan kami senang menyoraki tim sepak bola yang sedang latihan atau bertanding. Sekadar memberi semangat ataupun Arga yang ikutan membantu mengambilkan bola yang keluar lapangan. Tampaknya siang itu tidak terlalu terik sehingga Heru bisa berlari-lari kecil menyusuri lapangan sepak bola yang memiliki hamparan rumput hijau yang asri dengan beberapa anak SMA yang latihan sepak bola.

“Kamu masih mikirin klub bahasa Inggris tadi, Kal?” Arga memulai percakapan. Heru bersenandung kecil sambil memungut beberapa sampah dan membuangnya ke tempat sampah dekat pinggiran lapangan. “Kalian setuju kalau aku masuk Klub itu?” Kalin nampak kebingungan dan menatap kedua temannya. Ia selalu meminta pendapat tentang seluruh aktivitas perkuliahannya dan mereka juga sering saling memberikan saran satu sama lain. “Yah kalo kamu pengen belajar banyak ya ikutan aja. Pak Putra juga dosen yang memiliki banyak pengalaman mengenai bahasa asing kan.” Heru memberikan saran sambil merentangkan tangannya ke udara, entah untuk apa. “Kamu harus yakin. Kalo kamu pasti bisa belajar dan nambah kemampuan kamu ikut di organisasi itu.” Arga meyakinku dengan jawabannya. Aku hanya tersenyum melihat teman-temanku ini.mereka selalu mendukung dan memberi saran yang baik untukku. Akhirnya kami kembali ke kelas setelah istirahat selesai dan Heru bergegas mengambil tas untuk pulang karena sudah selesai kelas. Setelah Heru pamit, aku dan Arga bersiap-siap ke laboratoruin Biologi untuk kelas Anatomi.

Akhirnya, aku mendaftar ke klub bahasa Inggris dan pertemuan  pertama dengan Pak Putra, pendiri dari klub bahasa ini. Ada beberapa mahasiswa yang kukenal dan aku memiliki teman baru, Vinci dan Kinal. Kami mendengarkan arahan dari Pak Putra da aku terkagum dengan kemampuan berbahasa inggris Pak Putra. Aku berharap aku bisa menguasai bahasa inggris seperti dirinya. “So, we talk a lot with english, because we have been here.” Dengan ramah, Vinci berkata padaku dan Kinal. Kalin hanya tersenyum singkat dan berpikir bahwa aku belum cukup percaya diri seperti mereka. Beberapa dari mereka sudah fasih berbahasa inggris dan mulai percakapan dengan bahasa inggris. Tampaknya Kalin kekurangan percaya diri untuk saat ini. Kalin hanya berbicara sedikit dan setelah itu pertemuan diakhiri dengan Pak Putra yang akan membentuk tim untuk lomba debat berbahasa inggris. Setelah pertemuan diakhiri dan mahasiswa berhamburan keluar ruangan, aku mendengar Pak Putra memanggilku, “Kamu Kalin dari jurusan Biologi,bukan?” aku tersenyum dan menjawab, “Iya Pak.” Ternyata pembina klub ini mengenalku. “Kamu sudah tahu kan jika kita akan membentuk tim lomba debat bahasa Inggris yang diadakan di universitas lain? Saya harap kamu memiliki kemampuan untuk bergabung dengan tim debat untuk klub kita nanti.” Pak Putra menjelaskan kembali mengenai lomba debat bahasa Inggris yang tak lama lagi diadakan di universitas lain. Tentunya Kalin optimis dan berterima kasih atas informasi dari Pak Putra. Setelah selesai pertemuan klub, aku membaca pesan singkat di handphone dan langsung menuju taman fakultas untuk bertemu dengan Arga dan Heru. Selama perjalanan, aku masih memikirkan perkataan Pak Putra mengenai lomba tersebut. Mungkin Kalin tidak akan bergabung ke tim tersebut mengungat kemampuan bahasa inggrisku. Aku harus berusaha supaya aku bisa menambah kemampuanku dan tentunya Kalin bisa mengikuti lomba lainnya di klub bahasa Inggris. Setelah sampai di taman fakultas, Kalin melihat Heru yang bersandar di tembok bersenandung riang sambil menatap cerahnya awan.

Arga juga ikut menatap indahnya langit dan awan yang menggumpal seperti kapas putih dan tentunya aku yang mendatangi kedua sahabatku. “Hai, aku tahu kamu pasti betah disana. Bagaimana klub itu?” Arga membuka pembicaraann setelah sesaat aku meneguk air putih di botol minumku. Aku hanya menatapnya singkat, “Sebentar lagi akan ada lomba debat bahasa inggris.” Arga dan Heru nampaknya tidak tertarik pada obrolan dan kami membahas yang lain.

Kalin menatap pantulan dirinya lamat-lamat di cermin. Apa yang salah dari dirinya jika Kalin memang berharap bisa menjadi tim lomba debat bahasa inggris. Suara rintik hujan memenuhi kamar tidurku dan ia menghentikan lamunan dengan mengambil laptop dan menyalakannya untuk mencari beberapa buku bahasa inggris yang dapat dipelajari. Tak terasa, sudah larut malam Kalin membaca dan mencoba mencoret-coret buku catatan untuk memahami beberapa materi. Ternyata, tidak sesulit yang kupikirkan. Kalin bergegas tidur dan berdoa supaya bisa menambah kemampuan berbahasa inggrisku nantinya.

Hari ini, Kalin tidak bergabung dengan Arga dan Heru karena ada pertemuan klub bahasa inggris untuk membahas tim lomba debat bahasa inggris. Awalnya, Kalin tidak berharap akan dipilih oleh Pak Putra, namun aku terkejut saat namaku terakhir dipanggil setelah Vinci dan Kinal. Akhirnya, kami bertiga yang bergabung dalam tim lomba. Kalin hanya bisa optimis bahwa dia pasti bisa belajar dan mempersiapkan diri untuk menjadi peserta lomba debat bahasa inggris itu. “So, we will be a team and we have to try our best for this competition.” Vinci menulis beberapa materi yang menjadi topik lomba debat bahasa inggris. Kalin mulai mencoba memulai percakapan dengan bahasa inggris, “Yes, Good luck for us. I know we can do it.” Kinal nampak tersenyum mendengar dan kami kembali menyusun materi dan mengembangkan ide yang menjadi materi lomba nantinya. Kalin mulai terbiasa dengan percakapan bahasa inggris untuk persiapan lomba ebat bahasa inggris. Kalin tersenyum karena akhirnya dia memiliki kepercayaan diri dalam berbahasa inggris. Kalin yakin bisa memenangkan lomba ini bersama dengan Vinci dan Kinal karena kemampuan bahasa inggris kami tiap hari kian meningkat.

Selama seminggu Kalin bersama Vinci dan Kinal menjadi lebih sibuk karena mempersiapkan lomba kami denga terus berlatih. Sejak aku sibuk dengan persiapan ini. Kalin jadi tidak bisa berkumpul dengan Arga dan Heru juga tentunya waktu istirahat di kampus menjadi lebih singkat karena latihan dengan Vinci dan Kinal. Kalin senang karena aku bisa bertemu dengan teman-teman baru dari Fakultas lain dan bertukar kata dengan bahasa inggris. Dia jadi lebih senang karena merasa nyaman dan percaya diri dengan berbincang menggunakan bahasa inggris. Tentunya ini menambah kemampuan berbahasa inggris dan senang bisa masuk klub bahsa inggris. Ini membuatnya terkadang lupa dengan bahasa indonesia.

“Kal, udah lama nih kita gak makan bareng. Ayo dong samaan sebelum kamu latihan.” Heru disampingku mengajak makan bersama di kantin seperti biasa. Arga yang sepertinya menjadi lebih pendiam hanya memperhatikanku, “Kamu kapan lombanya? Kayaknya sibuk banget ya. Yaudah deh Her kita duluan aja. Mungkin nanti Kalin nyusul ya gak,Kal” Kalin yang masih fokus dengan membalas pesan Kinal berhenti sebentar untuk menjawab, “Guys, could you please not to interrupting me? You both can go without me,Right?” mendengar jawaban itu, Heru terkejut an bertanya-tanya, “Artinya apaan Kal?” Kalin memandang kedua temannya dan menjawab engan ketus. “Kalian kan tahu kalau aku sekarang di tim lomba debat bahasa Inggris, jadi wajar dong aku ngomong pakai bahasa Inggris. Lagian kalian apa gak mau keren bisa ngomong pakai bahasa Inggris? Bosen gak sih kalian pakai bahasa Indonesia.” Kalin menyentak kedua temannya yang hanya mengajaknya untuk makan bersama di kantin. Arga hanya mengerutkan dahi dan berkata singkat, “iya Kal, kami tahu kalau kamu emang tekad banget buat lomba itu. Tapi, kan apa salahnya kami nanya kamu, ngajak kamu. Dan satu lagi, Kal. Kami bangga pakai bahasa Indonesia karena itu bahasa Ibu. Bahasa Ibu kami.” Heru hanya menatap Arga penuh arti dan Kalin yang mati kutu dibuat perkataan Arga. Heru mengikuti Arga yang meninggalkan Kalin yang masih terpaku dengan perkataan Arga. Mungkin benar, Kalin menjadi hebat dalam berbahasa Inggris dan dia melupakan bahasa Ibunya.

Akhirnya hari yang ditunggu Kalin, Vinci dan Kinal dalam penantian dan latihan panjang selama sebulan ini. Lomba debat bahasa inggris telah tiba. Pak Putra nampak memberikan sedikit arahan mengenai strategi lomba serta beberapa arahan dan juga motivasi semangat untuk ketiganya. Mereka naik ke atas podium dan lomba debat bahasa Inggris pun dimulai. Beberapa menit pertama, Vinci dapat menyapu habis materi yang menjadi topik lomba dan kemudian dilanjutkan dengan Kinal yang menjawab beberapa pertanyaan. Dan tibalah saatnya Kalin yang ambil bagian dalam menjawab pertanyaan. Dan, hari mungkin saja bisa jadi hari terburuk ketika hanya ada sifat sombong dan angkuh. Kalin tidak mampu mejawab pertanyaan dengan maksimal. Fokusnya terhadap lomba menjadi buyar dan kehilangan kata-kata dalam menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan tim lain. Vinci dan Kinal terkejut ketika melihat skor mereka sudah dibawah dua tim yang lain. Vinci hanya melemparkan tatapan kecewa kepada Kalin dan debat pun selesai. Mereka bertiga menghampiri Pak Putra dan mengatakan penampilan debat tadi belum maksimal.

Setelah selesai lomba, mereka kembali ke kampus dan masuk kembali ke kelas masing-masing. Kalin hanya berjalan lesu melewati koridor. Apa yang ia lakukan selama ini sangat baik karena dapat menambah kemampuan berbahasa Inggris. Seketika ia teringat pada percakapaya dengan Arga dan Heru. Mengapa ia akhir-akhir ini jarang menggunakan bahasa Indonesia? Bukankah bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa? Dan setelah Kalin berpikir, hubungan pertemanannya dengan Arga dan Heru menjadi renggang dan Kalin yang pernah menyombongkan bahasa Inggris sebahai gaya hidupnya. Tentunya ini membuat Kalin merasa bersalah atas semuanya. Ia bergegas menemui kedua temannya itu.

“Bagaimana Lombamu? Kami harap kamu dapatkan yang terbaik untuk hari ini.” Heru bertanya pada Kalin di taman fakultas. Arga masih menunggu jawaban dari Kalin hanya berkata, “Apapun hasilnya, kamu udah berusaha dengan baik,Kal.” Kalin yang masih menunduk nampaknya bingung ingin menjawab apa. “Maaf, aku kalah. Aku tidak tahu baagaimana bisa aku tidak mampu menjawab pertanyaan sedangkan aku sudah percaya diri akan diriku dan kemampuanku. “ heru terkejut mendengar jawaban Kalin. Mereka bertiga hening sejenak. “Kamu gak salah jika lupa atau tidak tahu. Sudah kukatakan sebelumnya, jika kau sudah dapat pelajaran dari klub bahasa itu, maka kau harus telabar kembali. menang kalah soal biasa. Namun, ingat dimana kau berasal. Bahasa Indonesia tetap akan jadi bahasa Ibu.” Kalin tersadar bahwa dia terlalu mengagungkan bahasa Inggris selama ini dan tentunya ia langsung bersikap sombong seperti itu.”Baiklah, jika kau merasa sedih. Namun, kami temanmu selalu ada disampingmu. Tetap semangat, Kal.” Ujar Heru. Aku merasa memang kemarin aku rasa aku yang terlalu berlebihan dalam berbahasa Inggris serta berkata bahwa bahasa Indonesia yang tidak penting. Pada nyatanya, bahasa Inonesia merupakan bahasa Ibu.

“Aku sadar, keduanya sama-sama penting. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris akan membawa ku kepada kesuksesan. Tentunya aku tak akan menganggap enteng lagi baahsa indonesia. Kita harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, kapanpun dan dimanapun.” Kalin meyadari perlakuan sombong dan angkuh itu menjerumuskannya sendiri. Ia sadar jika bahsa Indonesia merupakan bahasa pertama di Indonesia dan bahasa inggris yang menjadi bahasa pelengkap di indonesia. Heru dan Arga tersenyum paa Kalin dan kami akhirnya bisa bersama-sama lagi. “Kami mendukung apa yang menjadi keputusanmu, di klub tentunya.” Heru berkata dan dilanjut Arga, “Kita ini anak Indonesia. Jadi, kita yang akan melestarikan dan menggunakan bahasa Indonesia. Kalau bukan kita ya siapa lagi?” kami bertiga tersenyum melihat pertemanan kami sudah membaik.


Aulia Eka Rahma, putri daerah Meda, Sumatera Utara yang terlahir dengan  darah Jawa dan darah Batak yang mengalir di dirinya.  Aulia Eka Rahma menjadi Mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri,lebih tepatnya “Kampus Hijau”. Saat ini ia di tingkat semester tiga di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Biologi. Kegiatan Kuliah dibarengi dengan sedikit bermain serta belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Beberapa kegiatan yang menjadi kegiatan selain  kuliah yaitu membaca Buku fiksi serta artikel an mendengarkan Musik. Menjadi pengajar yang profesional dan bermanfaat bagi sekitar menjadi misi hidupnya.

 

Komentar

  1. menangkan uang sebanyak-banyaknya hanya di AJOQQ :D
    AJOQQ menyediakan 9 permainan seru :)
    WA;+855969190856

    BalasHapus

Posting Komentar